Bebaskan Penyihir Itu

Tambang Lereng Utara



Tambang Lereng Utara

3Semakin dalam mereka berjalan ke dalam gua, udaranya terasa semakin pengap dan lembab.      4

Dengan hati-hati Sylvie menghindari tetesan-tetesan air yang jatuh di atas kepalanya, dan perlahan berjalan ke dalam gua sambil memegang obor. Meski tanpa cahaya, Mata Kebenaran milik Sylvie tidak akan terhalang oleh kegelapan. Sylvie memakai cahaya obor untuk menghemat kekuatan sihirnya.     

"Kita sudah tiba di persimpangan." Nightingale yang berjalan di paling depan berhenti. "Nomor berapa gua itu?"     

"Ini adalah persimpangan pertama dari pintu kedua gua yang ke dua puluh tiga," jawab Kilat sambil melirik ke buku catatannya.     

"Mudah-mudahan, ini adalah ujungnya," gumam Sylvie, ia membuka Mata Kebenaran miliknya, "Di sebelah kiri … ada suatu tempat yang terpisah dari area tambang, tetapi itu bukan tambang. Di sebelah kanan … juga sama."     

Kilat mencatat hasil penglihatan Sylvie, "Yah, ada satu pintu terakhir yang bisa kita periksa di dalam gua ini."     

"Mari kita pergi," Nightingale berpindah dari depan ke belakang barisan, ia menjaga semua orang yang sedang bersamanya. Kemampuan Nightingale tidak hanya bisa menjadi tidak terlihat. Sylvie hanya bisa samar-samar melihat arus kekuatan sihir Nightingale yang berubah, tetapi ia tidak bisa melihat karakteristik atau bentuk kekuatan sihir milik Nightingale. Tampaknya, Nightingale adalah penyihir tempur paling kuat di Asosiasi Persatuan Penyihir.     

Mungkin inilah alasan Pangeran Roland meminta Kilat untuk mengikuti Sylvie. Konon, tambang itu dulunya adalah gua para monster, dan beberapa orang penambang juga dikabarkan hilang di dalam gua ini. Sebelum mereka semua pergi ke dalam gua ini, Yang Mulia berulang kali mengingatkan mereka untuk terus berhati-hati dan jika mereka menghadapi situasi yang tidak beres, mereka harus segera keluar dari tambang, dan melaporkan semuanya kepada Yang Mulia.     

Sylvie tidak perlu khawatir tentang ini. Tidak ada monster yang bisa lolos dari pemantauan Mata Sihir miliknya. Sylvie bahkan bisa melihat bangkai hewan mati, cacing dan hewan moluska lainnya dengan jelas.     

Ada empat orang yang tergabung dalam 'ekspedisi' ini. Selain Sylvie, ada Nightingale, Kilat, dan seorang gadis bernama Lucia. Setiap kali Lucia menemukan sebongkah batu tambang, ia akan mengubah batu itu menjadi serpihan, dan dengan hati-hati mengklasifikasikannya sebelum memasukkan serpihan-serpihan itu ke dalam sakunya. Lucia mengatakan bahwa semua serpihan batu itu untuk bahan penelitian Yang Mulia.     

Kilat bertanggung jawab untuk menggambar pemetaan di dalam tambang. Menurut Kilat, ia harus selalu ikut dalam segala macam petualangan. Gaya bicara Kilat mengingatkan Sylvie akan seorang kapten yang tinggal di Pulau Tidur.     

Gua yang ke dua puluh tiga ini merupakan sebuah lubang yang besar, jauh tersembunyi di bawah tambang. Gua itu dibagi menjadi tiga persimpangan setelah berjalan beberapa ratus langkah dan ada lebih banyak jalan yang tidak berujung yang mengarah lebih dalam ke dalam tambang. Gua itu hampir seluas seluruh area tambang. Kemungkinan ada sedikit vena[1], sehingga mereka akan berhenti menjelajah setelah memeriksa gua ini.     

Ketika mereka semua kembali ke persimpangan pertama yang juga merupakan 'pintu' yang dicatat Kilat, Sylvie membuka mata sihirnya untuk mengamati isi gua yang ke dua puluh tiga yang memiliki tiga pintu masuk.     

Semakin lebar jarak pandangan Mata Kebenaran, semakin besar jumlah kekuatan sihir yang dikonsumsi. Hal itu juga menguras kekuatan Sylvie, jadi ia memilih untuk mengamati hanya satu kali di setiap persimpangan dan menjelajahi berbagai saluran gua satu per satu secara sekaligus pada waktu yang bersamaan.     

"Ada tiga pintu lagi … ah, itu bukan tambang, ada sesuatu di ujungnya …" Sylvie terkejut. "Ada lima persimpangan dan salah satu persimpangan tampaknya mengarah kembali ke bawah."     

"Dari bawah?" tanya Kilat sambil mengulangi perkataan Sylvie.     

"Benar," kata Sylvie. Lorong yang ramping berbalik lurus ke arah tambang setelah turun sebentar. Sylvie merasa kepalanya pusing ketika ia ingin melanjutkan penjelajahan di sepanjang persimpangan, membuat pandangannya dengan mata sihirnya terganggu. "Aku rasa jalur itu mengarah ke tambang."     

Namun, penjelasan Sylvie ini sangat tidak masuk akal. Gua yang berkelok-kelok di Tambang Lereng Utara jelas bukan gua buatan manusia, dan gua itu tidak akan terhubung langsung ke tambang. Lapisan vena tidak dikenal yang mereka temukan sebelumnya terperangkap di tengah dua persimpangan. Tidak mungkin ada tumpukan logam batu yang tersembunyi di dalam lumpur dan dinding-dinding tanpa tidak diketahui oleh Mata Kebenaran milik Sylvie.     

"Tidak peduli apa yang ada di dalam, mari kita pergi dan memeriksanya." kata Nightingale sambil mengangkat bahu.     

Mereka memasuki gua dari pintu ketiga dan mencapai ujung saluran setelah berjalan sekitar lima belas menit.     

Lorong itu terbagi menjadi lima jalur dan jalur yang tersempit tidak bisa dilewati oleh siapa pun, tetapi mereka harus memanjat naik ke atas. Lorong aneh yang dilihat Sylvie sebelumnya terletak di tengah-tengah lima persimpangan. Medan perjalanan mereka mulai menurun, membentuk lereng curam ke tanah tempat mereka berdiri.     

"Kelihatannya cukup dalam," kata Nightingale, sambil mengintip jalan di depannya dengan obor, "Aku merasa gua di sini mirip dengan gua di daerah Pegunungan Tak Terjangkau."     

"Ayo kita kembali setelah memeriksa gua ini." Lucia memegang erat lengan Nightingale. "Aku tidak suka berada di dalam sini. Aku merasa ada sesuatu yang sedang mengawasi kita dari dalam gua."     

"Tidak ada apa pun di gua ini, kecuali lumpur dan bebatuan," kata Sylvie. Sylvie juga tidak menyukai berada di tempat yang lembap dan sunyi ini, tetapi kemampuannya mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang berbahaya di sini. "Keempat persimpangan di kiri dan kanan bukan tambang, jauh dari area penambangan." Sylvie dengan cepat melirik ke persimpangan yang lurus dan mengalihkan pandangannya ke persimpangan yang di tengah. Sylvie merasa terkejut. "… hah?"     

"Ada apa?" tanya Kilat kepada Sylvie.     

"Aku … tidak bisa melihat situasi di bawah sana."     

"Kamu tidak bisa melihatnya?" tanya Kilat terkejut. "Apakah itu karena kamu terlalu lelah dan kemampuanmu mulai memudar? Kalau begitu, beristirahatlah."     

"Tidak, ini bukan masalah kemampuanku." Sylvie menutup matanya dan membukanya kembali. Pandangannya masih gelap, dan rasanya penglihatannya seakan menghilang. Sylvie memegangi kepalanya yang sakit dan memperluas jangkauan pandangannya, tetapi hasilnya masih sama. Tanah di sekitar gua itu terang dan bisa terlihat, tetapi bagian tengahnya diselimuti kegelapan setebal cairan tinta. "Ada sesuatu yang menghalangi pandanganku."     

"Tetaplah di sini dan jangan bergerak." Nightingale mengeluarkan dua bilah belati perak yang berkilauan. "Aku akan turun dan menjelajahi situasi di dalam gua itu, aku akan segera kembali."     

"Jangan pergi!" Sylvie mencengkeram keningnya yang sakit dan berusaha menghentikan Nightingale. "Hanya ada satu hal yang bisa menghasilkan efek seperti ini bagi pandanganku. Kamu akan berada dalam bahaya jika kamu pergi ke bawah sana."     

"Apa penyebabnya?"     

"Batu Pembalasan Tuhan." kata Sylvie sambil menggertakkan giginya. "Ada Batu Pembalasan Tuhan di bawah dan menutupi seluruh area itu!"     

…     

Ketika Roland menerima laporan dari tim ekspedisinya, ia segera mengumpulkan prajurit Tentara Pertama dan mengutus mereka ke Tambang Lereng Utara.     

Hasil akhir investigasi para prajurit persis seperti dugaan Sylvie. Ada sejumlah besar Batu Pembalasan Tuhan yang tersembunyi di dalam gua di bawah tambang.     

Setelah memastikan bahwa tidak ada bahaya, Roland memasuki gua yang ke dua puluh tiga bersama para pengawalnya. Roland ingin melihat seperti apa gua yang dipenuhi dengan Batu Pembalasan Tuhan.     

"Berhati-hatilah, Yang Mulia." kata Carter sambil memperingati Roland. "Pintu keluarnya tepat di depan Anda."     

"Kalian tidak bisa menggunakan kekuatan sihir di dalam gua, jadi lebih aman bagi kalian untuk tetap berada di luar." kata Roland sambil memandang Anna, Nightingale, dan Kilat yang berdiri di belakangnya. "Kalian sudah mendengar penjelasan dari Sylvie, bukan?"     

"Aku masih lebih kuat darimu meski tanpa kekuatan sihir. Jika kamu bisa pergi, tentu saja aku juga bisa pergi." jawab Nightingale sambil memonyongkan bibirnya.     

"Aku ikut di mana pun ada petualangan yang menantiku." sahut Kilat sambil membusungkan dadanya.     

Anna tidak mengatakan apa-apa tetapi ia hanya menatap Roland dengan tenang. Melihat sepasang mata berwarna biru jernih yang terpantul di bawah sinar obor, Roland mengetahui bahwa apa pun yang akan dikatakannya kepada Anna pasti akan sia-sia.     

"Baiklah." jawab Roland sambil menghela nafas. "Kalian harus berada di sampingku dan jangan terlalu jauh."     

Mereka sampai di ujung jalan gua yang curam dan Roland tiba-tiba mengerti maksud dari 'pintu keluar' yang disebutkan oleh Carter tadi.     

Suasana gua tiba-tiba menjadi terang ketika sebuah gua besar muncul di hadapan mereka.     

Roland bisa dengan jelas melihat seluruh gua tanpa menggunakan cahaya obor. Cahaya memantul dari Batu Pembalasan Tuhan, dan batu itu bersinar seperti prisma kristal. Batu Pembalasan Tuhan itu mencuat dari dalam tanah dan masing-masing memiliki diameter dua puluh hingga tiga puluh meter. Semua batu itu tampak seperti menara neon raksasa yang menjulang tinggi di hadapan Roland.     

[1] Lapisan mineral     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.