Bebaskan Penyihir Itu

Pembunuhan (Bagian I)



Pembunuhan (Bagian I)

3Sebelum matahari terbenam, Wanita Tanpa Wajah menyeberangi sungai dan bersembunyi di suatu tempat di belakang perkemahan tentara bayaran milik pasukan Roland.      3

Nama asli wanita ini bukanlah Wanita Tanpa Wajah, ia bernama Aphra. Aphra berarti debu dan nama itu diberikan oleh Heather, seorang Uskup Agung dari Kota Suci Hermes. Heather menyukai nama ini karena debu itu kosong dan polos. Begitu jatuh di tanah, debu langsung tidak kelihatan, sama seperti Aphra.     

Di depan Heather, Aphra akan memperlihatkan penampakan aslinya.     

Sebagai anggota Mahkamah, Aphra telah banyak membantu Heather untuk menyingkirkan Penyihir Terkutuk, termasuk para penyihir yang mengkhianati gereja, dan jemaat yang mengalami kemunduran karena pengaruh dunia sekuler. Aphra datang ke Kota Raja atas perintah Heather untuk menyelesaikan tugas penting, yaitu menjadikan Hakim Agung untuk menjadi Raja kerajaan Graycastle. Sedangkan untuk urusan menangkap para penyihir terkutuk, ini adalah salah satu kegiatan yang Aphra lakukan di waktu luang. Aphra suka meniru para penyihir yang sedang menderita karena mengalami penghukuman dan penyiksaan kemudian ia bisa merasakan semua rasa sakit yang mereka alami. Hal ini membuat Aphra memahami betapa penting tugasnya selama ini. Aphra juga melakukan hal itu sebagai bentuk penebusannya karena telah memiliki kekuatan dari iblis.     

Para tentara bayaran telah memilih tempat yang tepat untuk mendirikan perkemahan. Perkemahan mereka terletak di lereng yang mengelilingi ladang di tepi sungai, sehingga sulit untuk mengetahui keberadaan mereka jika dilihat dari tempat yang lebih rendah. Aphra tidak berani mendekati perkemahan itu, karena ia melihat ada seorang penyihir yang sedang terbang di udara. Aphra harus bersembunyi di gudang yang ada di ladang itu, sambil menunggu untuk beraksi setelah malam tiba.     

Ketika malam tiba, Aphra terkejut setelah melihat bahwa situasinya kini telah berubah.     

Para tentara bayaran milik pasukan musuh sudah berkumpul dari dermaga ke perkemahan itu. Orang-orang idiot dari Air Tanah Impian itu juga berkumpul di tepi sungai, sambil memegang obor. Mereka benar-benar tidak tahu cara untuk menyelinap ke perkemahan musuh dan malah membiarkan musuh mengetahui bahwa mereka hendak menyerang perkemahan. Bahkan jika tidak ada penyihir yang terbang, tentara bayaran milik pasukan musuh bisa mengetahui apa yang sedang terjadi dari seberang sungai, selama musuh tidak buta.     

[Sayang sekali,] pikir Aphra, [Jika pasukan musuh mengetahui jumlah Tikus melebihi jumlah pasukan mereka dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk menang, mereka pasti akan bergerak mundur ke timur. Meskipun di malam hari musuh akan sulit untuk melihat sekeliling, mereka akan tetap melarikan diri untuk menyelamatkan hidup mereka. Mereka mungkin berlari dan berpencar ke segala arah, sementara Tikus belum mengepung mereka sampai sekarang. Orang-orang Air Tanah Impian baru saja menduduki dermaga dan perlahan menyeberangi sungai dengan menggunakan beberapa rakit. Ketika orang-orang Air Tanah Impian mengepung perkemahan, musuh sudah pergi jauh Tidak mungkin Tikus bisa mengejar pasukan musuh di malam hari. Lalu bagaimana aku bisa mencari para penyihir sialan itu?]     

Aphra bergegas ke perkemahan, ia berharap dirinya bisa berbaur dengan para tentara bayaran sebelum mereka bergerak mundur.     

Ketika Aphra mendekati perkemahan musuh, ia terkejut dengan apa yang ia lihat.     

Beberapa orang tentara bayaran milik pasukan musuh masih berpatroli di sekitar perkemahan, dan asap dari api unggun membumbung tinggi, ada bayangan orang-orang yang sedang berjalan-jalan di dalam perkemahan. Artinya semua masih berjalan dengan lancar.     

Mengapa pasukan musuh tidak memilih untuk mundur?     

Setelah Aphra mengamati keadaan dengan cermat, ia mengkonfirmasi dugaannya dan ia nyaris tidak bisa menahan tawanya. Aphra tidak mengetahui alasan mengapa musuh memilih untuk tetap berkemah di sini daripada melarikan diri. Itu berarti, musuh ditakdirkan untuk mati di tangan Aphra. Aphra mengeluarkan sebuah belati dari ikat pinggangnya dan mengamati para penjaga untuk sementara waktu, sambil memilih musuh yang paling lemah.     

Yang Mulia Heather telah mengajarkan kepada Aphra makna dan arti penting kehidupan ini, dan juga mengajarkan keterampilan untuk bertempur dan membunuh. Para tentara bayaran musuh bukanlah pasukan elit yang berpengalaman, dan hal itu bisa dilihat dari pengaturan waktu yang mereka terapkan. Saat seorang tentara bayaran membalikkan badan, Aphra berjongkok untuk mendekati musuh kemudian menyergap musuh dari belakang, satu tangan Aphra membekap mulut musuhnya, tangan yang satu lagi menusukkan belatinya ke tenggorokan musuh.     

Setelah membunuh tentara bayaran itu tanpa menimbulkan keributan, Aphra meletakkan satu tangan di dada mayat itu dan meletakkan tangannya yang lain di dadanya sendiri, untuk meniru tubuh si tentara bayaran. Proses peniruan tubuh ini memiliki durasi yang panjang atau pendek. Ketika Aphra menyamar sebagai Raja Wimbledon III, untuk menciptakan durasi penyamaran yang lama, ia hampir menghabiskan semua kekuatan sihir di tubuhnya, dan proses peniruan tubuh raja berlangsung sekitar satu jam. Tapi sekarang Aphra tidak perlu repot-repot. Aphra mengubah dirinya menjadi tentara bayaran itu dalam sekejap. Efek perubahan itu hanya bisa bertahan selama setengah hari, dan itu memberi Aphra waktu yang cukup lama untuk melakukan pembunuhan.     

Sebelum tim patroli kembali, Aphra dengan cepat mengenakan pakaian yang sudah ia lucuti dari mayat tentara bayaran itu, dan menyembunyikan mayatnya ke ladang gandum. Tetapi Aphra agak bingung ketika ia mengambil senjata prajurit itu. Senjatanya tampak seperti tombak besi bergagang kayu. Ujung senjata yang seharusnya menjadi ujung tombak malah terdapat lubang berwarna hitam.     

Sialan, senjata macam apa ini?     

Aphra memikirkan senjata itu untuk sementara waktu tetapi ia tidak bisa memahami senjata apa itu. Melihat tim patroli mendekat, Aphra mengingat apa yang dilakukan tentara bayaran sebelumnya dan membawa senjata itu di punggungnya, ia berpura-pura sedang mengawasi keadaan.     

Sama seperti pembunuhan yang sudah pernah ia lakukan sebelumnya, tim patroli itu melewati Aphra tanpa menyadari ada sesuatu yang aneh.     

Aphra tidak tergesa-gesa untuk kembali ke perkemahan dan ia malah mencari para penyihir itu. Lagi pula, dengan kemampuan yang Aphra miliki, ia memang mampu meniru penampilan seseorang, tetapi ia tidak bisa membaca pikiran orang itu. Jika Aphra bertemu dengan salah satu rekan orang itu, penyamarannya bisa terbongkar. Ketika orang-orang ini sedang kocar-kacir karena diserang, Aphra memiliki banyak kesempatan untuk membunuh lagi.     

Ketika bulan sudah nampak di langit, orang-orang idiot dari Air Tanah Impian akhirnya berhasil menyeberangi sungai, dan mereka bergerak menuju perkemahan musuh. Aphra mendengar bunyi peluit ditiup, sementara tentara bayaran yang mendengar suara peluit itu mundur kembali ke perkemahan. Kesempatan Aphra akhirnya telah tiba.     

Sambil mengikuti tentara bayaran ke perkemahan, Aphra terkejut melihat bahwa ada lebih dari seratus orang tentara bayaran. Mereka membentuk lingkaran panjang untuk mengelilingi bagian atas lereng, mereka berjongkok dan berdiri, sambil memegang senjata aneh di tangan mereka, dengan lubang hitam yang mengarah ke depan.     

Aphra tidak punya waktu untuk mengamati senjata mereka dengan cermat. Ketika tidak ada yang memperhatikan Aphra, ia membungkuk dan masuk ke salah satu tenda yang berada dekat dengannya.     

Suara ledakan dan teriakan orang segera terdengar, kemudian disusul dengan suara ledakan yang lebih keras lagi. Aphra terkejut ketika ia mendengar ledakan itu begitu kuat dan suara ledakan itu tedengar cukup lama.     

"Apa yang sedang terjadi?" Aphra ingin melihat keadaan di luar tenda, tetapi ia menahan rasa penasarannya dan dengan sabar menunggu kembali.     

Seiring berjalannya waktu, perkemahan itu menjadi sibuk kembali. Aphra bisa mendengar suara langkah kaki orang dan teriakan-teriakan orang di mana-mana. Mungkin musuh sedang berusaha mempertahankan pertahanan mereka sesuai dengan serangan yang dilancarkan para Tikus. Aphra merasa cemas, bukankah para Tikus belum juga menempati lereng itu setelah sekian lama Aphra menunggu disana. Bagaimana para Tikus bisa tiba-tiba berada di sini?     

Aphra terus menunggu. Suara ledakan itu berangsur-angsur menjadi semakin pelan, dan ia tidak bisa lagi mendengar teriakan para Tikus. Memikirkan hal ini, Aphra merasa menciut. [Apakah … para preman Air Tanah Impian sudah dikalahkan? Bahkan jika jumlah tentara bayaran musuh dua kali lipat, paling banyak pasukan mereka berjumlah dua atau tiga ratus orang saja. Bagaimana mereka bisa bertarung melawan ribuan Tikus dari segala penjuru yang sudah mengepung perkemahan mereka?]     

Peluang Aphra untuk mencari para penyihir tampaknya sudah hilang.     

Aphra segera memutuskan untuk keluar dari tenda. Lalu Aphra menyelinap ke tengah-tengah perkemahan. Ketika pertarungan selesai dan para prajurit mulai menerima tugas masing-masing, akan sulit bagi Aphra untuk berpura-pura di depan semua orang. Lagi pula, Aphra tidak melakukan persiapan apa-apa saat ini, jadi ia tidak familiar dengan anggota kelompok tentara bayaran lain dan ia tidak memahami kata sandi mereka. Aphra harus bertindak dengan cepat.     

Setelah melewati dua tenda perkemahan, Aphra bersembunyi di belakang sebuah tenda, ia diam-diam mengawasi ke tengah perkemahan. Aphra melihat ada empat orang wanita sedang duduk di dekat api unggun. Mereka mungkin para penyihir itu. Jumlah para penyihir itu tidak sesuai dengan informasi yang Aphra ketahui, tetapi informasi itu memang tidak pernah akurat. Terlebih lagi, tidak masalah jika Aphra harus membunuh dua atau empat orang penyihir. Setiap orang yang dicurigai sebagai Penyihir Terkutuk harus diinterogasi, atau dibunuh jika tidak sempat diinterogasi. Bahkan jika para penyihir itu bukan para Penyihir Terkutuk, anggap saja mereka mengorbankan diri.     

Aphra melihat sekelilingnya untuk bergerak mundur. Kemudian Aphra berdiri dari belakang tenda dan berjalan menuju api unggun seolah-olah tidak terjadi apa-apa.     

Saat Aphra hendak melangkah ke tengah perkemahan, ia merasakan ada sesuatu yang dingin dan keras di tengkuknya.     

"Jangan bergerak," terdengar suara seorang wanita bertanya, "Siapa kamu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.