Bebaskan Penyihir Itu

Pembunuhan (Bagian II)



Pembunuhan (Bagian II)

0Wanita Tanpa Wajah merasa dingin di punggungnya. Aphra berpikir, [Bagaimana aku bisa ketahuan?]     1

Aphra menelan ludah dan merendahkan suaranya. "Apakah kamu sedang bercanda? Ini aku Vorte."     

[Tidak mungkin wanita yang berada di belakangnya ini mengenal seseorang yang bernama Vorte. Lagi pula, ada begitu banyak tentara bayaran di perkemahan ini; apakah wanita ini bisa mengingat nama semua prajurit itu?]     

Aphra tidak menyangka wanita di belakangnya akan menjawab perkataannya sambil mencibir. "Benarkah kamu Vorte? Aku tidak tahu bahwa kekuatan sihir bisa berada di dalam tubuh seorang laki-laki. Kamu adalah penyihir yang mencoba menyelinap ke dalam perkemahan, dan kamu adalah penyihir yang sangat langka. Tidak peduli apa yang kamu katakan, kamu pasti bukan Vorte. Aku tidak pernah melihat ada prajurit yang aneh seperti kamu di pasukan Tentara Pertama."     

Wanita ini … ia bisa melihat kekuatan sihirku? Aphra menciut mendengar perkataan Nightingale. Sekarang Aphra tahu mengapa dirinya bisa ketahuan. Ternyata ada lebih dari empat penyihir di perkemahan, dan wanita di belakangnya ini juga seorang penyihir, dan kemampuan wanita ini mungkin mirip dengan Mata Kebenaran. Kemampuan semacam ini tercatat dalam "Peraturan Sihir" gereja. Sebagai salah satu ratusan kemampuan yang dimiliki penyihir, kemampuan semacam ini adalah salah satu kemampuan yang paling hebat.     

[Aku tidak melihat ada orang lain di sekitarku atau ada orang yang mendekati aku, apakah … kemampuan utama wanita ini adalah bisa tembus pandang?]     

"Berlututlah dan letakkan tanganmu di belakang, dan aku akan membiarkan kamu hidup," teriak wanita itu, "Lakukan seperti yang aku perintahkan!"     

Para tentara bayaran masih bertarung di luar perkemahan, jadi mereka tidak melihat apa yang terjadi di tengah perkemahan. Tetapi keempat penyihir yang sedang duduk di api unggun menyadari bahwa sesuatu telah terjadi dan mengalihkan pandangan mereka ke sini, "Ada apa, Nightingale? Apa yang telah terjadi?"     

Aphra menyadari ini adalah kesempatan terakhirnya. Aphra pandai dalam membunuh diam-diam tetapi ia tidak punya kemampuan dalam bertempur secara langsung. Terutama ketika Aphra tidak sedang memakai Liontin Penghukuman Tuhan, ia tidak bisa melawan para penyihir dengan berbagai kemampuan yang hebat. Tidak masalah jika penyihir yang bisa terbang itu melarikan diri, tetapi Aphra harus membunuh penyihir yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan Wabah Iblis, karena penyihir itu adalah ancaman besar bagi gereja.     

Mungkin Aphra tidak akan bisa melarikan diri lagi setelah ia membunuh penyihir itu. Memikirkan hal ini, Aphra merasa berat hati tetapi ia berusaha menenangkan diri. Untuk menyatukan keempat kerajaan dan melawan iblis-iblis dari neraka, gereja telah mengorbankan banyak prajurit yang hebat. Aphra bangga dirinya bisa berguna dan menjadi bagian penting untuk membela kepentingan gereja.     

Aphra yakin Heather tidak akan melupakan pengorbanannya, dan nama Aphra akan dicatat dalam "Peraturan Sihir" di masa yang akan datang.     

"Kalian jangan datang ke sini," penyihir yang bernama Nightingale ini berteriak, "Orang ini adalah …."     

Saat itu juga, Aphra tiba-tiba bergerak, ia berbalik dan mengangkat sikunya untuk memukul lengan Nightingale, dan secara bersamaan ia juga menundukkan kepalanya untuk menghindari senjata yang sedang dipegang Nightingale. Nightingale saat itu masih berbicara dan hal itu membuat Nightingale lengah. Heather berulang kali mengajarkan pada Aphra untuk mengendalikan dirinya jika ia tertangkap. Selain itu, jika Aphra ingin melarikan diri atau melakukan serangan balik, ia harus memanfaatkan peluang ketika lawannya sedang berbicara.     

Nightingale langsung menarik pelatuk pistolnya, dan bubuk berwarna putih menyembur ke belakang. Bubuk alkimia ini melepaskan hawa panas jika terkena air. Jika bubuk panas itu mengenai mata atau mulut musuh, musuh akan langsung tidak berdaya. Bahkan jika musuh cukup beruntung untuk menghindari bubuk panas itu, musuh akan kalang kabut untuk sementara.     

Kemudian Aphra menerkam keempat penyihir yang berada di dekat api unggun. Seorang penyihir berambut pirang langsung terbang ke udara. Penyihir yang terlihat paling dewasa langsung melangkah ke depan dua penyihir lainnya, sambil berusaha melindungi mereka dan mengabaikan keselamatannya sendiri. Aphra mengeluarkan pedang pendeknya dan ia menikam penyihir yang berada di depan. Aphra akan membunuh mereka semua, jadi tidak masalah siapa yang ia bunuh terlebih dahulu.     

Pada saat pedangnya menusuk tubuh penyihir itu, Aphra melihat sebuah pemandangan yang luar biasa.     

Sebuah bayangan putih muncul di hadapan Aphra, dan ada sepasang mata yang berkilat dengan penuh amarah dari balik kerudung putih itu. Seingat Aphra, tidak ada orang yang berdiri di depan dirinya sebelumnya.     

[Apakah wanita ini … adalah Nightingale yang tadi berada di belakangku?]     

[Mengapa Nightingale tidak terpengaruh dengan bubuk putih yang menyembur dari jarak dekat tadi?"] Aphra tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. Nightingale mengangkat tangannya, sebuah percikan api keluar dari senjata peraknya yang berkilauan di bawah sinar bulan. Aphra merasa tubuhnya terdorong ke belakang dengan keras oleh sesuatu. Aphra langsung kehilangan keseimbangan dan ia jatuh ke tanah. Aphra tidak boleh kalah, ia harus … membunuh kedua penyihir lainnya. Aphra berjuang untuk bangkit berdiri dan ia menarik pedangnya untuk menikam penyihir lainnya, tetapi ia gagal. Aphra nyaris tidak bisa mengangkat lengannya sendiri, dan ia langsung masuk ke dalam kegelapan pekat.     

[Sayang sekali …] Itulah pemikiran terakhir Aphra.     

…     

Nightingale merasa terkejut setelah ia menembakkan pistolnya. Nightingale berdiri di sana, ia memperhatikan "prajurit" yang tergeletak di tanah itu. Tubuh "prajurit" itu mulai terpelintir dan menyusut, dan perlahan berubah menjadi seorang wanita muda yang tidak pernah dilihat Nightingale sebelumnya.     

Ini adalah pertama kalinya Nightingale membunuh seorang penyihir dengan tangannya sendiri.     

Nightingale tersadar dari lamunannya ketika ia mendengar Lily menangis karena ketakutan.     

Nightingale mencoba mengenyahkan pemikiran-pemikiran itu. Kemudian Nightingale menaruh pistolnya kembali di pinggangnya dan berlari kepada Wendy.     

"Apakah kamu terluka?"     

"Tidak, aku tidak merasa sakit sama sekali." jawab Wendy sambil mengibaskan tangannya, ia mengisyaratkan agar mereka tidak perlu merasa khawatir. "Kurasa pedang itu tidak menembus pakaian pelindungku."     

"Apakah pakaian pelindung itu berfungsi dengan baik?"     

"Aku rasa begitu." Wendy membuka kancing mantelnya, dan melihat bahwa pedang itu menancap di mantelnya. Ketika mantelnya dibuka, pedang itu jatuh ke tanah, dan Wendy tidak berdarah sama sekali. Hanya ada lubang kecil di mantel yang dikenakan Wendy, sedangkan lapisan dalam pakaiannya tidak rusak sama sekali.     

"Aku, aku benar-benar takut." Lily menghela nafas dalam-dalam dan ia jatuh terduduk ke tanah karena merasa lega. "Kenapa kamu mencoba menangkis pedang untuk melindungi aku. Aku tidak ingin kamu melakukan itu untukku. Aku, aku, aku …."     

"Sudah, tidak apa-apa." Wendy membelai kepala Lily dengan lembut. "Lihatlah, aku baik-baik saja."     

Lily bersandar di dada Wendy dengan kepala terkulai, sambil mendengus kesal.     

"Aku juga takut ketika berdiri di sana. Aku bahkan lupa untuk menggunakan kemampuanku." sahut Wendy sambil menggelengkan kepalanya. "Jika aku meniupkan angin yang kencang, penyihir itu tidak akan bisa menikam aku."     

"Karena kamu jarang bertempur dengan orang lain, wajar jika kamu tidak bisa bereaksi dengan cepat." Nightingale berusaha menenangkan Wendy.     

"Untungnya, kita semua memakai pakaian pelindung," kata Gema dengan mimik takut, "Jika tidak, kita semua akan berada dalam bahaya."     

Sebelum mereka berangkat ke Kota Raja, Yang Mulia memberi mereka masing-masing sebuah rompi khusus dan meminta agar mereka tidak melepaskan rompi pelindung itu. Rompi itu sangat ringan namun juga sangat tebal, dan terdiri dari banyak lapisan. Menurut Yang Mulia, setiap lapisan sutra rompi itu telah dilapisi dengan lapisan milik Soraya, yang membuat rompi itu sangat fleksibel namun sulit ditembus oleh benda tajam seperti pedang, pisau, dan anak panah. Jika Wendy tidak memakai rompi itu, ia mungkin tidak akan bisa bertahan dan ia harus menunggu untuk mendapatkan perawatan dari Nana.     

Kilat perlahan mendarat di samping penyihir yang mati itu. "Kenapa wanita ini menyerang kita? Bukankah wanita ini juga penyihir sama seperti kita?"     

Nightingale menatap penyihir yang sudah mati itu untuk waktu yang lama, ia tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab pertanyaan Kilat. Mata penyihir itu tertutup, dan rambutnya yang berwarna hitam kebiruan tergerai di tanah. Penyihir itu memiliki ekspresi damai di wajahnya, jadi sepertinya ia tidak terlalu menderita kesakitan saat mati. Tetapi Nightingale tidak akan lupa bahwa penyihir itu telah menikam Wendy tanpa ragu. Pada saat itu, mata penyihir itu dipenuhi tekad seolah-olah ia bukan sedang berusaha membunuh seseorang, tetapi untuk memenuhi tugas yang diembannya. Mungkin di dalam hati penyihir itu, apa yang ia lakukan tidak salah.     

"Tidak." jawab Nightingale sambil menghela nafas. "Wanita ini bukan salah satu dari kita … Wanita ini hanyalah seorang yang menyedihkan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.