Bebaskan Penyihir Itu

Perjalanan Ke Kota Raja



Perjalanan Ke Kota Raja

4Rombongan pedagang itu pergi ke arah utara melalui Sungai Air Merah dan memasuki Terusan Besar yang menuju ke Kota Raja setelah melewati Kota Perak.      0

Theo pernah belajar mengenai Sejarah Graycastle bahwa dua ratus tahun yang lalu, wilayah Graycastle adalah sebuah wilayah yang tidak berpenghuni. Untuk mengirim hasil tambang perak yang digali dari tambang ke Kota Raja, Raja Wimbledon I telah memanggil Serikat Pekerja Mason dan hampir sepuluh ribu tukang batu bekerja di sini dan menghabiskan waktu dua puluh tahun untuk menciptakan jalur terusan sungai yang menghubungkan Kota Raja dan tambang perak itu. Perlahan-lahan, sebuah kota dan daerah sekitarnya mulai terbentuk kemudian diberi nama sebagai "Kota Perak" oleh mendiang Raja Wimbledon I.     

Rasanya Theo tidak percaya bahwa daerah yang dulunya tidak berpenghuni dua ratus tahun yang lalu, kini sudah menjadi wilayah yang dipadati dengan penduduk. Di kedua sisi sungai terbentang tanah pertanian yang subur, di belakang tanah pertanian itu terhampar pedesaan. Pemandangan ini mengingatkan Theo pada Jalan Raya Kerajaan di Kota Perbatasan. Theo yakin jika pembangunan jalan raya kerajaan sudah selesai, populasi di kaki Pegunungan Tak Terjangkau pasti meningkat dengan pesat.     

"Aku dengar kamu datang dari Kota Raja?" Terdengar suara seorang wanita bertanya kepada Theo.     

Theo menoleh dan melihat Margaret, wanita yang sedang berbicara dengannya. Theo mengangguk dan menjawab, "Aku tinggal di Kota Bagian Dalam sebelum menjadi pengawal di istana."     

"Bagaimana rasanya kembali ke kota kelahiranmu?"     

"Sejujurnya, rasanya biasa saja," jawab Theo, "Jika bukan karena perintah Yang Mulia, aku sebenarnya lebih suka tinggal di Kota Perbatasan. Kota Raja memang ramai tetapi juga membuat aku merasa sesak." [Terutama untuk bangsawan biasa seperti aku,] Theo berkata di dalam hati.     

"Benarkah begitu?" Margaret tersenyum. "Berapa banyak yang kamu ketahui tentang Roland, maksudku, Yang Mulia?"     

"Mengapa kamu menanyakan hal itu?" Theo tersentak mendengar pertanyaan seperti itu.     

"Menurutku Yang Mulia sangat luar biasa. Kamu pasti sudah mendengar berbagai rumor mengenai perilaku Roland Wimbledon yang suka membangkang di Kota Raja, tetapi ia … benar-benar berbeda dari yang orang-orang katakan. Baik tata cara sopan santun maupun pemikirannya tidak dapat ditebak." Margaret terdiam sejenak kemudian melanjutkan, "Aku tahu dari mesin uap yang diciptakannya, Roland Wimbledon adalah seorang yang sangat terpelajar, tetapi mengapa para prajurit yang dilatihnya juga tampak sangat berbeda?"     

Theo melihat sekilas kepada para prajurit dari Tentara Pertama yang berada di geladak kapal. Agar tidak dicurigai, mereka harus tetap menjaga penampilan mereka agar tidak menarik perhatian orang di Kota Raja, para prajurit itu tidak ada yang membawa senjata api atau mengenakan seragam militer. Sebaliknya, mereka semua berpakaian seperti penjaga rombongan biasa, dengan jaket kulit dan tombak kayu yang berada di punggung mereka. Bagi sebagian besar prajurit itu, ini adalah pertama kalinya mereka meninggalkan Wilayah Barat. Para prajurit melihat sekeliling mereka dengan penasaran dan saling mengobrol dari waktu ke waktu. Namun, tidak ada satu pun dari para prajurit itu yang melepas sepatunya atau meletakkan senjatanya.     

Dibandingkan dengan prajurit dari Tentara Pertama, sebagian besar tentara bayaran yang disewa rombongan pedagang ini sudah masuk ke kabin untuk menghindari panas dari sinar matahari yang menyilaukan. Beberapa tentara bayaran yang masih tersisa di geladak, semuanya berbaring di tempat yang teduh, melepaskan sepatu mereka dan meletakkan senjata mereka.     

"Aku juga tidak terlalu tahu. Mungkin Yang Mulia dulu berpura-pura bersikap seperti itu ketika masih di Kota Raja." Theo meregangkan tangannya, ia juga tampak bingung sama seperti Margaret. Theo tidak berusaha menyembunyikan apa pun, karena ia memang benar-benar tidak tahu. Sejak Pangeran Roland datang ke Kota Perbatasan, kehidupan di kota itu telah mengalami perubahan secara drastis.     

"Benarkah itu?" Margaret tidak bisa berkata apa-apa. Margaret terdiam selama beberapa saat sampai ia tiba-tiba menunjuk ke depan. "Lihat, itu tembok pertahanan Kota Raja. Kita sudah hampir sampai."     

Sebuah tembok berwarna abu-abu gelap mulai terlihat oleh Theo. Theo dapat merasakan keagungan tembok Kota Raja dari jarak jauh, karena karya arsitektur ini adalah karya luar biasa yang didirikan oleh Serikat Pekerja Mason sebelum serikat itu dibubarkan. Tembok pertahanan Kota Raja itu adalah yang tertinggi dan yang paling tebal di seluruh Kerajaan Graycastle. Konon, untuk memudahkan pergerakan patroli secara terus menerus dan menambahkan penjagaan, terdapat kamar dan lorong di tembok itu yang dapat menampung hampir seribu prajurit.     

Ketika Theo melihat tembok pertahanan Kota Raja dengan lebih dekat, ia bisa melihat para pengungsi itu.     

Gerombolan petani berkumpul di luar Kota Raja. Di sepanjang tembok kota, banyak pondok-pondok didirikan, di depan pondok itu ada tungku-tungku. Dari asap putih yang keluar dari tungku, tampaknya para pengungsi itu dalam kondisi baik dan belum menderita kelaparan. Namun, kaum bangsawan di Kota Raja tidak akan menyumbangkan makanan terus menerus kepada mereka. Begitu pemerintah Kota Raja sudah mendapatkan cukup banyak tenaga kerja yang mereka butuhkan, mereka akan segera mengirim pasukan untuk mengusir para pengungsi yang tersisa.     

"Apa yang akan kamu lakukan?" Margaret bertanya dengan penasaran, "Apakah kamu akan meminta pasukan Yang Mulia Roland untuk membujuk para pengungsi itu ke Kota Perbatasan?"     

"Tidak, cara itu tidak efisien dan akan terlalu mencolok." Theo menggelengkan kepalanya. "Kamu harus tahu bahwa hanya ada dua cara yang bisa dipakai di Kota Raja untuk menyelesaikan suatu hal. Yang pertama dengan cara melobi para pejabat yang berwenang, dan yang kedua adalah menyewa para Tikus."     

"Tepat sekali." Margaret tertawa. "Tadinya aku ingin mengingatkanmu akan hal itu, tetapi sepertinya sudah tidak perlu. Yah, jangan ragu untuk menghubungiku jika kamu memerlukan bantuan finansial." Margaret menyerahkan kepingan kepada Theo dan berkata, "Manajer toko milikku akan segera menghubungi aku jika kamu menunjukkan kepingan ini kepada mereka, dan kamu juga dapat langsung mengambil uang kurang dari seratus keping emas dengan kepingan itu."     

"Terima kasih." Theo mengambil kepingan itu. Kepingan itu terbuat dari batu berwarna merah gelap, tepiannya diukir dengan kata-kata yang ditulis dalam bahasa yang belum pernah dilihat Theo.     

"Sama-sama." Margaret terkikik. "Yang Mulia akan melunasi pinjaman ini, bunga beserta pinjaman pokoknya."     

Setelah kapal berlabuh, Theo meminta para prajurit Tentara Pertama untuk menunggu instruksinya di pinggiran kota dan berusaha menghindari tim patroli di Kota Raja sebisa mungkin. Theo sendiri memasuki Kota Raja bersama rombongan pedagang itu. Ketika Theo melewati gerbang kota, ia memperhatikan para penjaga di sana telah memperketat keamanan, pasti mereka berjaga-jaga untuk menyaring kedatangan para pengungsi dari Wilayah Timur.     

Hal pertama yang dilihat Theo setelah ia memasuki kota adalah barisan tiang gantungan yang menjulang tinggi.     

Di tiang gantungan tergantung empat mayat wanita, yang tangannya terikat di belakang. Di bawah terik matahari, mayat mereka mengeluarkan aroma mengerikan yang membuat Theo merasa mual.     

"Timothy sedang melakukan perburuan besar-besaran terhadap penyihir di Kota Raja, dan semua wanita ini adalah korbannya." kata Margaret sambil menghela nafas. "Yah, sebenarnya mereka belum tentu penyihir. Beberapa dari mereka hanyalah gadis yang dilecehkan, diperkosa, dimanfaatkan, dan ditinggalkan oleh para bangsawan. Perburuan penyihir telah memberikan para bangsawan itu kesempatan yang sangat baik untuk menyingkirkan para penyihir yang telah mereka manfaatkan. Mana yang lebih baik, dikurung dalam penjara atau digantung, tidak ada pilihan yang lebih baik … namun, aku harap mereka dapat beristirahat dengan tenang."     

Setelah menghabiskan setengah tahun di Kota Perbatasan, Theo mengetahui bahwa para penyihir tidak seburuk yang diklaim oleh gereja. Selain memiliki beberapa kemampuan aneh, para penyihir itu tidak berbeda dari orang biasa. Dari mayat gadis-gadis yang berada di tiang gantungan, yang termuda di antaranya mungkin baru berusia empat belas hingga lima belas tahun. Mendengar hal ini, Theo merasa rasa sesak yang telah lama hilang itu tiba-tiba terasa kembali.     

Tidak ada perubahan besar yang terjadi selama setengah tahun kepergian Theo dari Kota Raja. Selain jalan raya yang terletak tepat di seberang gerbang kota, yang merupakan jalanan berbatu biru, semua lorong dan gang lainnya di Kota Raja adalah jalan berlumpur. Jalanan berlumpur itu retak di bawah sinar matahari yang terik selama musim panas. Debu dan abu beterbangan setiap kali kereta melewati jalan itu. Sulit dipercaya bahwa ibukota kerajaan bahkan memiliki infrastruktur yang lebih buruk daripada Kota Perbatasan yang terpencil di luar Wilayah Barat.     

Setelah melintasi dua jalanan, rombongan itu tiba di pasar, Theo mengucapkan selamat tinggal pada Margaret dan berbelok ke gang sendirian.     

Theo menemukan kedai minuman bernama "Peniup Terompet Terselubung" dengan mudah dan masuk ke kedai itu.     

"Hei! Kedai kami belum dibuka sampai malam nanti!" seseorang berteriak.     

Theo mengabaikan pria itu tetapi ia langsung menuju ke bar. Theo berkata kepada bartender di sana yang sedang sibuk menyeka gelas anggur dengan suara rendah, "Apakah kamu masih ingat aku?"     

"Siapa kamu? Apakah kamu tidak dengar bahwa kedai minuman ini hanya buka pada malam hari?" Bartender itu meletakkan gelas-gelas anggur dengan kesal dan mendongak. Sementara bartender itu menggeram, dua pelayan yang telah merapikan meja dan kursi juga perlahan mendekati bar. "Aku akan menghitung sampai tiga … Tu … Tuan Theo?"     

"Ini aku." sahut Theo sambil meludah ke lantai. "Aku datang untuk membuat kesepakatan yang menguntungkan denganmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.